Aku Juga Ada di Sini

29 Januari, 2011

Menghijaukan Pemikiran Bangsa Lewat Fiksi Anak

Bahkan jika detik ini aku menutup mata, aku bisa melihatnya dengan mata batinku. Anak laki-laki berkulit gelap dan berambut keriting itu aku temui saat rok lipit merah rajin menemaniku. Tubuhnya kurus tapi berotot kencang, dan aku bayangkan matanya selalu bersinar.

Anak itu begitu mencintai hutannya, yang dia lewati berkilo-kilometer setiap hari untuk mencapai sekolahnya. Cinta itu bisa diraba dari cara dia menapaki rimba dan melompati dahan pepohonan dengan ringan. Memang dia tak beralas kaki dan berpakaian minim, namun gerakannya selalu lebih gesit daripada dua orang kota yang dengan canggung dan susah payah mengikutinya dari belakang. Pikiran anak itu bersih, tidak mengenal jahat dan curang, sampai kedua orang kota itu mengkhianati desanya, mengkhianati hutannya, berusaha merusak segala yang ada.


Dua belas tahun lalu, saya membuka lemari di ruang guru dan menemukan harta karun. Banyak buku cerita anak-anak teronggok di dalamnya. Buku-buku itu tipis, sangat sederhana, dan agak berdebu. Kenapa guru-guru saya tidak pernah menawari kami, murid-murid mereka, untuk membaca buku-buku itu tidak pernah saya tanyakan. Saya rasa saya melupakan hal itu karena terlalu nikmat membaca dua di antaranya.

22 Januari, 2011

Resensi Percy Jackson and the Olympians: The Last Olympian

Judul: Percy Jackson and the Olympians: Dewi Olympia Terakhir

No. ISBN: 9789794335901

Penulis: Rick Riordan

Penerjemah: Reni Indardini

Penerbit: Hikmah

Cetakan: 2010

Pilihan Sang Pahlawan

Saat membaca novel fantasi, mungkin kita pernah ingin mengomel kepada tokoh utamanya kenapa bingung? kenapa ragu? cepat tentukan pilihanmu! Padahal, kalau kita berada di posisi tokoh utama itu, bisa jadi kita lebih galau dan lebih takut lagi. Nah, bagaimana kalau ternyata kau adalah blasteran, anak salah seorang dewa Olympia, dan nasib umat manusia tergantung kepada pilihan-pilihanmu?

Inilah yang dihadapi oleh Percy Jackson, putra blasteran Poseidon dengan manusia, sepanjang seri Percy Jackson & The Olympians karya Rick Riordan. Selain harus menyesuaikan dan membuktikan diri di Perkembahan Blasteran tempat anak-anak blasteran dididik, Percy dan kawan-kawan harus menghadapi Kronos dan bangsa Titan yang berusaha melengserkan tampuk pimpinan dewa-dewi Olympia dan menguasai dunia. Mari kita simak sekilas laga Percy Jackson dalam buku terakhir seri ini.

Pada usianya yang menjelang enam belas tahun, Percy dihadapkan dengan banyak pilihan. Setelah meledakkan kapal Putri Andromeda yang berisi para prajurit Kronos, Percy menemukan bahwa istana ayahnya—Poseidon—di dasar laut berada dalam keadaan genting. Siapa yang lebih membutuhkan Percy: ayahnya atau teman-teman di Perkemahan Blasteran yang akan melawan bangsa Titans dalam hitungan hari? Kali ini ayahnyalah yang menentukan pilihan bagi Percy, yaitu kembali ke Perkemahan Blasteran untuk mendengarkan Ramalan Besar. Tentu saja, ramalan ini malah mengarahkan Percy kepada pilihan-pilihan yang lebih sulit lagi.


Jiwa sang pahlawan, bilah terkutuk yang akan menghabisi.

Satu pilihan akan akhiri usianya.

Olympus tetap lestari atau binasa.


Apakah Percy akan lari atau menghadapi isi ramalan ini? Pilihan apa yang dimaksud dalam ramalan tersebut?


Meskipun sempat takut dan ragu, Percy tidak memilih untuk lari. Bahkan, Percy mandi di sungai Styx untuk mendapatkan kekuatan yang setara dengan tubuh Kronos. Percy tetap memimpin kawan-kawan blasterannya melindungi Manhattan, sementara para dewa-dewi Olympia disibukkan oleh raksasa Typhon di tempat lain. Selain kalah jumlah, Percy juga dihadapkan dengan fakta bahwa Kronos, pemimpi bangsa Titan, merasuki tubuh Luke. Sudah sulit bagi Percy yang pernah berteman dengan Luke untuk melawannya, apalagi bagi Annabeth yang sejak kecil menjadikan Luke sosok teladannya. Di tengah-tengah pertempuran pun Percy digoda untuk menyerah dengan membuka “kotak” Pandora supaya nyawa teman-temannya selamat.


Bagaimanapun juga, Percy tidak menyadari bahwa ada satu pilihan lagi, yaitu pilihan untuk mempercayai bahwa pahlawan di dalam ramalan itu adalah dirinya. Bagaimana kalau ternyata pahlawan yang dimaksud adalah blasteran lain? Bagaimana kalau bukan Percy yang harus menentukan pilihan yang akan mengakhiri usianya? Dapatkah Percy mempercayai orang lain itu ketika yang dipertaruhkan adalah nasib bangsa Olympia dan umat manusia?


Dengan bimbingan dewi Olympia terakhir, Dewi Hestia sang Dewi Perapian, dan didampingi oleh teman-temannya yang gagah berani, Percy berusaha menjawab semua pertanyaan ini.



Membaca Percy Jackson seperti mendengarkan seorang teman dekat sedang bercerita. Tentunya karena teman ini laki-laki, perasaan takut dan gelisahnya tidak diungkapkan panjang lebar, bahkan cenderung samar-samar. Namun, penuturan dan uraian Percy selalu jujur dan dia tidak sok sempurna dalam memandang sesuatu.


Rick Riordan juga berhasil menggambarkan interaksi yang menarik di antara para blasteran. Clarisse yang bergengsi tinggi, anak-anak Apollo yang bisa mengutuk pondok lain untuk berbicara dalam kuplet berirama selama seminggu, dan anak-anak pondok Hermes yang terkesan rusuh hanyalah sebagian dari detail menarik yang bisa diperhatikan dalam novel ini.


Isu lingkungan tidak terlupakan pula. Grover yang mengajak alam bekerja sama membantu Percy dan kawan-kawan mengingatkan kita betapa pentingnya menjaga keselarasan dengan alam. Dewa Sungai East dan Dewa Sungai Hudson yang girang ketika mendapatkan dolar pasir untuk membersihkan polusi dari perairan mereka juga merupakan pengingat akan nikmatnya kebersihan.


Apa lagi yang menarik dari buku kelima seri Percy Jackson ini? Ah, ya tentu saja kisah cintanya. Percy selalu serba salah di antara Rachel dan Annabeth yang saling cemburu. Ini cinta khas remaja, cinta yang masih berusaha dipahami oleh Percy yang merasakannya. Apakah akhirnya Percy bersama Rachel atau Annabeth? Ataukah Percy belum juga bisa menentukan? Silakan cari sendiri jawabannya di dalam Percy Jackson & The Olympians: Dewi Olympia Terakhir.