Aku Juga Ada di Sini

30 Januari, 2012

Kebangkitan Genre Fantasi di Indonesia


ditulis oleh Melody Violine
Koordinator Klub Buku Offline Goodreads Indonesia 2012
artikel ini juga bisa dibaca di sini

Sejak terbitnya Harry Potter dan Batu Bertuah pada tahun 2000 lalu sedikit banyak saya bertanya-tanya kapankah Indonesia mempunyai pusaka fiksi fantasi sebagus ini? Seasyik-asyiknya membaca novel fantasi luar negeri, kerap kali terbit dalam hati ini kerinduan untuk membaca fiksi fantasi yang lebih dekat dengan diri sendiri, yang berasal dari negeri sendiri. Kini, sebelas tahun kemudian, saya bisa tersenyum melihat banyaknya buah pena rekan-rekan setanah air yang bergenre fiksi fantasi. Puas jelas belum, tetapi harapan saya kini meluap-luap bagi masa depan fiksi fantasi karya penulis Indonesia.


Selama lima tahun terakhir ini saja setidaknya sudah terbit 55 judul novel fantasi Indonesia ditambah dua kumpulan cerpen fantasi. Dua novel fantasi karya Seno Gumira Ajidarma, Negeri Senja dan Kitab Omong Kosong yang saya baca semasa kuliah sarjana tetap menjadi favorit saya. Novel fantasi lainnya yang berkesan bagi saya adalah The Death to Come karya Tyas Palar dengan kejelian rincian sejarahnya. Novel lain dengan latar berupa penafsiran sejarah yang cukup kuat adalah Akkadia: Gerbang Sungai Tigris karya RD Villam dengan Mesopotamia versinya. Bagi pembaca yang lebih menyukai latar dunia khayalan, Dunsa karya Vinca Callista dan Silver Stone Rahasia Batu Perak karya Ardina Hasanbasri yang baru terbit tahun lalu bisa menjadi pertimbangan.

25 Januari, 2012

Benarkah Novel Mahasiswa Bandung Sukses di Pasar Internasional?

Singkat cerita, tersiar artikel yang menyebutkan bahwa novel itu "Chronicles of The Fallen: Rebellion" karya Aya Lancaster "sempat ditolak beberapa penerbit lokal, justru dilirik penerbit internasional".

Artikel tersebut bisa dibaca di sini.

Padahal, sesungguhnya novel itu tidak "dilirik penerbit internasional", tapi penulisnya menggunakan jasa self-publishing internasional bernama AuthorHouse.

Penjelasan rincinya bisa dibaca di artikel ini.
Salah Satu Tanggapan

Benar bahwa menjadi hak pribadi penulis untuk menerbitkan bukunya di mana saja, tapi sayangnya pemberitaan "sukses" semacam ini mengarahkan pembaca kepada pemahaman yang keliru mengenai prosesnya.


Hasil Pencarian Author House di Google (25 Januari 2012)

Detail Novel Aya Lancaster di amazon.com (25 Januari 2012)

Laman Facebook untuk 
Chronicles of the Fallen: Rebellion bisa diklik di sini.

19 Januari, 2012

Lukisan Kaligrafi: Menjadi Santri “Kalong” Gus Mus Melalui Karya-Karyanya


Lukisan KaligrafiLukisan Kaligrafi by A. Mustofa Bisri
My rating: 3 of 5 stars

Ketika membaca kelima belas cerpen dalam Lukisan Kaligrafi, kita seakan sedang menjadi santri “kalong” (orang yang ikut mengaji tapi tidak tinggal di pesantren) pengarangnya, A. Mustofa Bisri yang biasa dipanggil Gus Mus. Cerpen-cerpen beliau ini mengandung nasihat, baik secara tersurat maupun tersirat, yang dapat kita renungi dan ambil hikmahnya.


Selain nasihat, melalui Lukisan Kaligrafi kita juga dapat menangkap potret kehidupan masyarakat Jawa Timur, khususnya yang berkaitan dengan pesantren. Tokoh-tokoh dalam cerpen-cerpen A. Mustofa Bisri kebanyakan berasal dari keluarga kiai atau (pernah menjadi) santri. Gus Mus juga berusaha menyingkap dunia Islam di Jawa yang terpengaruh animisme dan dinamisme.


13 Januari, 2012

Aktif Bersama Ordo Buntelan #1

Gara-gara dua bulan terakhir ini aktif bersama Ordo Buntelan, koleksi bukuku membludak (banyak yang beli juga sih, hehe, ga semuanya buntelan). Dua minggu ini juga rasanya banyak sekali kuis/lomba yang aku ikuti walaupun tidak ada yang menang -_-. Tapi pernah juga mendapatkan buntelan dari minta ke editor atau pengarangnya, hihihi. Inilah koleksi buku-buku baruku (kecuali Demon's Lexicon).



Yah, ini foto yang aku ambil demi kuis di twitter dari salah satu penerbit lokal. Padahal sudah susah-payah membuatnya tapi tetap tidak menang, hahaha. Tidak apa-apa, yang penting senang ^_^.


08 Januari, 2012

Review Laba-laba dan Jaring Kesayangannya: Demi Sahabat


Laba-laba dan Jaring Kesayangannya (Charlotte's Web)Laba-laba dan Jaring Kesayangannya by E.B. White
My rating: 3 of 5 stars

Adakah sesuatu yang lebih sederhana daripada menginginkan kebahagiaan bagi sahabat? Pertanyaan kecil inilah yang, setidaknya menurut saya, menjadi inti cerita Laba-laba dan Jaring Kesayangannya. Dengan penceritaan yang menyentuh, Elwyn Brook White akan mengajak kita menyimak persahabatan binatang-binatang di dalam ceritanya ini.

Pada awal cerita kita disuguhi kelahiran Wilbur si babi kerdil. Karena dianggap tidak akan pernah cukup besar untuk laku dijual, Pak Arable hendak memenggalnya. Untunglah Fern gadis kecil keluarga itu membela dan menyatakan diri sanggup merawat Wilbur. Masa bahagia Wilbur bersama Fern hanya berlangsung dua bulan. Wilbur dipindahkan ke rumah paman Fern dan merasa kesepian. Dalam kesepiannya itu, Wilbur bertemu Charlotte si laba-laba betina yang kemudian akan selalu menjadi bagian dari hidupnya.

Semula saya ragu apakah buku ini, buku klasik anak-anak, bisa menggoda saya dengan cukup kuat untuk membacanya hingga halaman terakhir. Namun, rupanya pengarang bisa mengisahkan detail-detail kehidupan para binatang dengan nyata yang memikat walaupun memang, selayaknya fabel, kadang-kadang saya dibuat heran oleh pengetahuan para binatang tentang dunia. Akhir cerita novel ini pun sangat mengharukan dengan kesederhanaan ikhlasnya bertindak demi sahabat.

Meskipun buku ini ditujukan bagi anak-anak, saya sempat takjub dengan sisipan perkataan tokoh-tokohnya yang cukup membuat kita memikirkan hal-hal substansial perihal kehidupan dan dunia. Misalnya, ketika Pak Arable hendak menjagal Wilbur hanya karena tubuh kerdilnya, Fern berkata, “Babi itu tidak mau terlahir kecil, kan? Kalau sangat kecil sewaktu lahir, apakah Papa akan menyuruh orang untuk membunuhku?”

Wilbur sendiri juga pernah mengejutkan saya dengan perkataannya. Ketika seekor anak domba menolak bermain dengannya karena “babi lebih rendah daripada tidak ada artinya”, Wilbur menyanggah, “Kurasa tidak ada yang namanya lebih rendah daripada tidak ada artinya. Tidak ada adalah batas sejati dari ketiadaan.” Terlepas dari apakah binatang bisa berpikir filosofis seperti ini, saya sebagai pembaca cukup menikmati ajakan-ajakan renungan seperti ini. Sesungguhnya bintang tiga (bukan empat) yang saya berikan semata karena pada dasarnya ini buku anak-anak yang bukan merupakan genre kesukaan saya.


View all my reviews