Clockwork Angel by Cassandra Clare
My rating: 5 of 5 stars
akan diterbitkan oleh Ufuk kira2 April 2011
Ini adalah trilogi dalam dunia yang sama dengan trilogi Mortal Instruments, tapi pada zaman Victoria (abad ke-19) di London. Tokoh utamanya, Tessa, adalah gadis 14 tahun yang baru saja kehilangan bibinya. Sebatang kara di Amerika, Tessa menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu pergi ke Inggris. Di sana Tessa diculik oleh dua wanita misterius (yang ternyata warlock) yang kemudian menyekap dan melatih Tessa menggunakan kekuatannya.
Setelah beberapa minggu berusaha di bawah siksaan, Tessa bisa berubah wujud menjadi pemilik benda yang dipegangnya erat-erat. Seorang Pemburu Bayangan bernama William Herondale menolong Tessa ketika hampir dinikahkan dengan sang Magister. Bersama para Pemburu Bayangan di Institut, Tessa mulai mencari kakaknya dan misteri di balik kekuatannya.
Seting yang diambil adalah Inggris 1870-an dengan semangat Zaman Revolusi dan mekanisme. Alur ceritanya lebih tricky alias menjebak daripada Mortal Instruments.
View all my reviews
28 Desember, 2010
Ways of Shadows
The Way of Shadows by Brent Weeks
My rating: 4 of 5 stars
Sejak kecil Azoth hidup sebagai anak jalanan peliharaan Rat bersama sahabatnya, yaitu Jarl dan Doll Girl. Setelah menabung selama empat tahun, Jarl mengeluarkan Azoth dari tempat Rat, lalu Azoth berhasil diterima menjadi murid Durzo Blint, seorang pembunuh bayaran. Azoth harus membayar kehidupan barunya dengan harga tinggi, dia harus mengenakan identitas baru dan melupakan kehidupannya di masa lalu. Kini sebagai Kylar Stern, Azoth terjun ke dalam intrik politik kerajaan. Namun, Kylar tidak bisa melupakan Jarl dan cintanya kepada Doll Girl (Elena).
Gaya penceritaannya bagus dan adegan pertarungannya lebih menarik daripada Assassin’s Creed. Dialog antartokohnya juga mendalam. Detail ajaran Durzo Blint tentang menjadi assassin juga berkesan. Hubungan Kylar dengan tokoh-tokoh lainnya punya keunikan masing-masing. Blint pun tokoh yang berkarakter kuat.
View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars
Sejak kecil Azoth hidup sebagai anak jalanan peliharaan Rat bersama sahabatnya, yaitu Jarl dan Doll Girl. Setelah menabung selama empat tahun, Jarl mengeluarkan Azoth dari tempat Rat, lalu Azoth berhasil diterima menjadi murid Durzo Blint, seorang pembunuh bayaran. Azoth harus membayar kehidupan barunya dengan harga tinggi, dia harus mengenakan identitas baru dan melupakan kehidupannya di masa lalu. Kini sebagai Kylar Stern, Azoth terjun ke dalam intrik politik kerajaan. Namun, Kylar tidak bisa melupakan Jarl dan cintanya kepada Doll Girl (Elena).
Gaya penceritaannya bagus dan adegan pertarungannya lebih menarik daripada Assassin’s Creed. Dialog antartokohnya juga mendalam. Detail ajaran Durzo Blint tentang menjadi assassin juga berkesan. Hubungan Kylar dengan tokoh-tokoh lainnya punya keunikan masing-masing. Blint pun tokoh yang berkarakter kuat.
View all my reviews
The Little White Horse
The Little White Horse by Elizabeth Goudge
My rating: 2 of 5 stars
Maria Merryweather harus tinggal di rumah sepupunya karena ayahnya meninggal dan meninggalkan banyak utang sehingga rumah mereka terpaksa dijual. Di Moonacre Manor, Maria menemukan banyak misteri, dan berusaha mengungkapnya. Akhirnya ia terlibat di dalam rahasia kelam keluarganya.
Gaya bahasanya indah, dan alur ceritanya mengalir dengan lembut. Penokohannya kuat dan semua tindakan mereka beralasan. Novel ini sudah menjadi best-seller dan difilmkan.
Ceritanya kurang menegangkan. Suasana relijiusnya bisa membuat pemeluk agama selain Kristen kurang nyaman. Selain itu, ada pernikahan antarsepupu yang tidak bisa diterima di Indonesia.
View all my reviews
My rating: 2 of 5 stars
Maria Merryweather harus tinggal di rumah sepupunya karena ayahnya meninggal dan meninggalkan banyak utang sehingga rumah mereka terpaksa dijual. Di Moonacre Manor, Maria menemukan banyak misteri, dan berusaha mengungkapnya. Akhirnya ia terlibat di dalam rahasia kelam keluarganya.
Gaya bahasanya indah, dan alur ceritanya mengalir dengan lembut. Penokohannya kuat dan semua tindakan mereka beralasan. Novel ini sudah menjadi best-seller dan difilmkan.
Ceritanya kurang menegangkan. Suasana relijiusnya bisa membuat pemeluk agama selain Kristen kurang nyaman. Selain itu, ada pernikahan antarsepupu yang tidak bisa diterima di Indonesia.
View all my reviews
Raised by Wolves
Raised by Wolves by Jennifer Lynn Barnes
My rating: 5 of 5 stars
Orangtua Bryn dibunuh oleh serigala gila (disebut Rabid, dan ternyata bernama Wilson), dan Bryn yang waktu itu berusia empat tahun tidak terbunuh karena diselamatkan oleh Callum dan kawanan manusia serigalanya. Sejak saat itu, Bryn menjadi bagian dari kawanan manusia serigala, tapi dititipkan kepada wanita manusia (Alison) yang menikah dengan salah satu manusia serigala itu. Callum meyakinkan Bryn bahwa Rabid sudah mati, tapi tetap melatihnya supaya cukup kuat untuk melindungi diri sekaligus mampu berkomunikasi lewat pikiran dengan manusia serigala.
Ketika Bryn berusia enam belas tahun, Callum menyembunyikan seorang pemuda sebayanya yang baru berubah menjadi manusia serigala. Dalam buku ini, manusia serigala jarang menyerang manusia biasa, dan korbannya selalu mati. Entah mengapa, pemuda bernama Chase ini bisa bertahan dan berubah menjadi manusia serigala. Melalui Chase, Bryn tahu bahwa Rabid masih hidup. Merasa dikhianati, Bryn memberontak dan dihukum oleh Callum. Alison marah dan membawa Bryn pergi ke rumah Lake (satu-satunya manusia serigala perempuan remaja di kawanan Callum) dan ayahnya yang bernama Mitch di pinggiran wilayah Callum. Di sana bersama Lake, Chase, dan sahabat Bryn yang bernama Devon, Bryn mulai menyelidiki Rabid.
Penulisannya rapi dan baik, tapi tidak istimewa. Tokoh yang tergambar dengan baik hanya Bryn karena novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama, tapi penggambaran tokoh-tokoh lainnya pun memadai. Ada sedikit romance, dan itu cukup untuk memancing pembaca yang hanya mau membeli novel fantasi yang mengandung romance. Di sisi lain, karena kandungan romance-nya sedikit, pembaca yang anti-romance pun akan tetap mau membelinya.
Konsep manusia serigala di sini ditekankan pada sifatnya yang hidup dalam kawanan, dan ini sesuatu yang baru. Ini jugalah yang menjadi inti cerita, dan Barnes berhasil menuangkannya dengan baik karena ia sendiri pernah melakukan penelitian terhadap kawanan mamalia liar.
Plotnya dijalin dengan baik dan sulit untuk menebaknya mendului pemahaman Bryn. Akhir ceritanya memukau dan menjelaskan segala tanda tanya yang muncul sepanjang cerita. Seperti The Demon’s Lexicon, meskipun direncanakan menjadi serial, Raised by Wolves bisa dianggap sudah tamat dan tidak memaksa pembaca membeli sekuelnya (sebagian pembaca takut membeli novel yang akan menjerat mereka ke dalam serial dan menguras dompet setiap tahun).
View all my reviews
My rating: 5 of 5 stars
Orangtua Bryn dibunuh oleh serigala gila (disebut Rabid, dan ternyata bernama Wilson), dan Bryn yang waktu itu berusia empat tahun tidak terbunuh karena diselamatkan oleh Callum dan kawanan manusia serigalanya. Sejak saat itu, Bryn menjadi bagian dari kawanan manusia serigala, tapi dititipkan kepada wanita manusia (Alison) yang menikah dengan salah satu manusia serigala itu. Callum meyakinkan Bryn bahwa Rabid sudah mati, tapi tetap melatihnya supaya cukup kuat untuk melindungi diri sekaligus mampu berkomunikasi lewat pikiran dengan manusia serigala.
Ketika Bryn berusia enam belas tahun, Callum menyembunyikan seorang pemuda sebayanya yang baru berubah menjadi manusia serigala. Dalam buku ini, manusia serigala jarang menyerang manusia biasa, dan korbannya selalu mati. Entah mengapa, pemuda bernama Chase ini bisa bertahan dan berubah menjadi manusia serigala. Melalui Chase, Bryn tahu bahwa Rabid masih hidup. Merasa dikhianati, Bryn memberontak dan dihukum oleh Callum. Alison marah dan membawa Bryn pergi ke rumah Lake (satu-satunya manusia serigala perempuan remaja di kawanan Callum) dan ayahnya yang bernama Mitch di pinggiran wilayah Callum. Di sana bersama Lake, Chase, dan sahabat Bryn yang bernama Devon, Bryn mulai menyelidiki Rabid.
Penulisannya rapi dan baik, tapi tidak istimewa. Tokoh yang tergambar dengan baik hanya Bryn karena novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama, tapi penggambaran tokoh-tokoh lainnya pun memadai. Ada sedikit romance, dan itu cukup untuk memancing pembaca yang hanya mau membeli novel fantasi yang mengandung romance. Di sisi lain, karena kandungan romance-nya sedikit, pembaca yang anti-romance pun akan tetap mau membelinya.
Konsep manusia serigala di sini ditekankan pada sifatnya yang hidup dalam kawanan, dan ini sesuatu yang baru. Ini jugalah yang menjadi inti cerita, dan Barnes berhasil menuangkannya dengan baik karena ia sendiri pernah melakukan penelitian terhadap kawanan mamalia liar.
Plotnya dijalin dengan baik dan sulit untuk menebaknya mendului pemahaman Bryn. Akhir ceritanya memukau dan menjelaskan segala tanda tanya yang muncul sepanjang cerita. Seperti The Demon’s Lexicon, meskipun direncanakan menjadi serial, Raised by Wolves bisa dianggap sudah tamat dan tidak memaksa pembaca membeli sekuelnya (sebagian pembaca takut membeli novel yang akan menjerat mereka ke dalam serial dan menguras dompet setiap tahun).
View all my reviews
The Prophecy of the Gem
The Prophecy of the Stones by Flavia Bujor
My rating: 2 of 5 stars
Seorang gadis 14 tahun bernama Joa sedang sekarat. Ia dianggap tidak akan selamat karena sudah kehilangan orang tua dan tidak punya alasan untuk berjuang hidup. Dalam koma, ia memimpikan sebuah negeri khayalan. Di negeri khayalan itu, ada 3 gadis 14 tahun yang ditakdirkan untuk menyelamatkan negeri mereka dari Dewan Dua Belas dan kekuatan jahat Dewan Ke-13. Ketika dihadapkan dengan pilihan sulit, mereka memutuskan untuk mengorbankan diri demi kebaikan orang banyak. Akhirnya mereka semua selamat dan kejahatan lenyap meskipun tidak untuk selamanya. Dalam pertarungan hidup-matinya sendiri, Joa pun memutuskan untuk berjuang dan bangun dari komanya.
Novel ini mengandung nilai dan semangat universal yang memang cocok untuk dibaca oleh remaja. Tema dan garis besar ceritanya juga menarik bagi remaja yang menyukai kisah-kisah fantasi, terutama remaja putri.
Bagian cerita yang bagus hanya tentang Joa, dan itu cuma 7 halaman. Kisah utamanya, tentang gadis-gadis di negeri khayalan, mempunyai banyak kekurangan. Karakter mereka stereotipe, dan perkembangannya kurang terlihat. Kadang-kadang pengarang juga terlalu verbal ketika menjelaskan sifat-sifat mereka. Banyak adegan yang kurang halus dan tergesa-gesa, bahkan terlalu memaksakan kebetulan. Latar belakangnya sangat lemah, padahal biasanya novel fantasi menggunakan latar belakang yang memukau dan memikat pembaca.
Saya terlalu banyak berharap, dan akhirnya dikecewakan. Flavia Bujor menulis novel ini ketika berusia 13 tahun, dan inilah yang dulu menyebabkan novel ini sangat laris. Hal serupa pernah dialami beberapa judul pertama Teenlit yang ditulis oleh remaja.
View all my reviews
My rating: 2 of 5 stars
Seorang gadis 14 tahun bernama Joa sedang sekarat. Ia dianggap tidak akan selamat karena sudah kehilangan orang tua dan tidak punya alasan untuk berjuang hidup. Dalam koma, ia memimpikan sebuah negeri khayalan. Di negeri khayalan itu, ada 3 gadis 14 tahun yang ditakdirkan untuk menyelamatkan negeri mereka dari Dewan Dua Belas dan kekuatan jahat Dewan Ke-13. Ketika dihadapkan dengan pilihan sulit, mereka memutuskan untuk mengorbankan diri demi kebaikan orang banyak. Akhirnya mereka semua selamat dan kejahatan lenyap meskipun tidak untuk selamanya. Dalam pertarungan hidup-matinya sendiri, Joa pun memutuskan untuk berjuang dan bangun dari komanya.
Novel ini mengandung nilai dan semangat universal yang memang cocok untuk dibaca oleh remaja. Tema dan garis besar ceritanya juga menarik bagi remaja yang menyukai kisah-kisah fantasi, terutama remaja putri.
Bagian cerita yang bagus hanya tentang Joa, dan itu cuma 7 halaman. Kisah utamanya, tentang gadis-gadis di negeri khayalan, mempunyai banyak kekurangan. Karakter mereka stereotipe, dan perkembangannya kurang terlihat. Kadang-kadang pengarang juga terlalu verbal ketika menjelaskan sifat-sifat mereka. Banyak adegan yang kurang halus dan tergesa-gesa, bahkan terlalu memaksakan kebetulan. Latar belakangnya sangat lemah, padahal biasanya novel fantasi menggunakan latar belakang yang memukau dan memikat pembaca.
Saya terlalu banyak berharap, dan akhirnya dikecewakan. Flavia Bujor menulis novel ini ketika berusia 13 tahun, dan inilah yang dulu menyebabkan novel ini sangat laris. Hal serupa pernah dialami beberapa judul pertama Teenlit yang ditulis oleh remaja.
View all my reviews
The Ogre of Olgefrot
The Ogre of Oglefort by Eva Ibbotson
My rating: 3 of 5 stars
Seorang nenek sihir (Hag) dan teman-teman anehnya di asrama khusus orang “tidak biasa” harus berangkat ke pertemuan orang-orang “tidak biasa” se-London. Karena binatang pendamping Hag mogok, ia mencari-cari pengganti dan akhirnya terpaksa pergi dengan Ivo, anak laki-laki dari panti asuhan yang sering mengobrol dengannya. Di pertemuan, tiga nenek cenayang menyuruh mereka (Hag, Ivo, penyihir bernama Dr. Brian, dan troll bernama Ulf) untuk menyelamatkan seorang putri dari ancaman ogre jahat di kastil Ogrefort. Begitu tiba di sana, mereka terkejut menemukan bahwa ogre itu tidak jahat (sudah terlalu lelah untuk berbuat jahat) dan putri itu (Mirella) malah datang sendiri ke Olgrefort karena ingin diubah menjadi burung. Setelah Mirella berubah pikiran dan tidak mau menjadi burung lagi, mereka membereskan kastil itu dan menemukan berbagai hal menarik.
Orangtua Mirella mengirim tentara untuk menyelamatkannya dan tiga nenek cenayang mengirim tiga hantu karena menganggap Hag dan kawan-kawan gagal melaksanakan tugas. Tidak ada yang berhasil menumpas ogre itu (Dennis) atau membawa pulang Mirella. Dennis meminta ketiga bibinya datang untuk memberikan kastilnya, tapi mereka mengeluh dan memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Ketiga bibi ini meninggalkan sebutir telur yang sudah lama seharusnya menetas. Mirella dan Ivo dan anjing mereka yang dinamai Charlie dengan senang hati merawat telur itu.
Penuturannya sangat cocok untuk anak-anak, panjang-pendek kalimatnya sesuai dan punya rima yang enak untuk dibacakan. Setiap karakter dideskripsikan dengan menarik dan ada banyak hal yang lucu dan mengerikan sekaligus, sehingga anak-anak akan tergelitik membacanya.
Sebenarnya novel ini berpotensi bagus, tapi setelah sepertiga bagian pertama yang menunjukkan tanda-tanda ceritanya akan seru, sisanya malah membosankan. Jalan ceritanya memang tidak terduga, tapi malah mengecewakan. Menarik bahwa ternyata ogre itu tidak jahat dan sang putri datang atas kemauannya sendiri, tapi kejadian-kejadian berikutnya pasang surut dan tidak ada tanjakan sampai klimaks. Serbuan tentara dan hantu sempat membuat ceritanya menarik, tapi setelah itu hanya ada ribet sana ribet sini tanpa hal mendebarkan sama sekali. Bahkan telur itu tidak menetas di akhir cerita.
View all my reviews
My rating: 3 of 5 stars
Seorang nenek sihir (Hag) dan teman-teman anehnya di asrama khusus orang “tidak biasa” harus berangkat ke pertemuan orang-orang “tidak biasa” se-London. Karena binatang pendamping Hag mogok, ia mencari-cari pengganti dan akhirnya terpaksa pergi dengan Ivo, anak laki-laki dari panti asuhan yang sering mengobrol dengannya. Di pertemuan, tiga nenek cenayang menyuruh mereka (Hag, Ivo, penyihir bernama Dr. Brian, dan troll bernama Ulf) untuk menyelamatkan seorang putri dari ancaman ogre jahat di kastil Ogrefort. Begitu tiba di sana, mereka terkejut menemukan bahwa ogre itu tidak jahat (sudah terlalu lelah untuk berbuat jahat) dan putri itu (Mirella) malah datang sendiri ke Olgrefort karena ingin diubah menjadi burung. Setelah Mirella berubah pikiran dan tidak mau menjadi burung lagi, mereka membereskan kastil itu dan menemukan berbagai hal menarik.
Orangtua Mirella mengirim tentara untuk menyelamatkannya dan tiga nenek cenayang mengirim tiga hantu karena menganggap Hag dan kawan-kawan gagal melaksanakan tugas. Tidak ada yang berhasil menumpas ogre itu (Dennis) atau membawa pulang Mirella. Dennis meminta ketiga bibinya datang untuk memberikan kastilnya, tapi mereka mengeluh dan memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Ketiga bibi ini meninggalkan sebutir telur yang sudah lama seharusnya menetas. Mirella dan Ivo dan anjing mereka yang dinamai Charlie dengan senang hati merawat telur itu.
Penuturannya sangat cocok untuk anak-anak, panjang-pendek kalimatnya sesuai dan punya rima yang enak untuk dibacakan. Setiap karakter dideskripsikan dengan menarik dan ada banyak hal yang lucu dan mengerikan sekaligus, sehingga anak-anak akan tergelitik membacanya.
Sebenarnya novel ini berpotensi bagus, tapi setelah sepertiga bagian pertama yang menunjukkan tanda-tanda ceritanya akan seru, sisanya malah membosankan. Jalan ceritanya memang tidak terduga, tapi malah mengecewakan. Menarik bahwa ternyata ogre itu tidak jahat dan sang putri datang atas kemauannya sendiri, tapi kejadian-kejadian berikutnya pasang surut dan tidak ada tanjakan sampai klimaks. Serbuan tentara dan hantu sempat membuat ceritanya menarik, tapi setelah itu hanya ada ribet sana ribet sini tanpa hal mendebarkan sama sekali. Bahkan telur itu tidak menetas di akhir cerita.
View all my reviews
Going Bovine
Going Bovine by Libba Bray
My rating: 4 of 5 stars
Cameron Smith ternyata mengidap penyakit Sapi Gila. Demi menemukan obatnya, dia memulai sebuah perjalanan darat bersama orang gerdil yang kecanduan video game. Selama perjalanan, Cameron harus melawan kekuatan jahat bersama pemain jazz legendaris, meloloskan diri dari cengkeraman pemuja setan, dan membantu Dr. X bereksperimen untuk memecahkan misteri alam semesta. Keluarga Smith yang sempat berantakan pun mengalami banyak perkembangan selama Cameron sakit dan menghilang.
Novel ini mengangkat tema yang tidak umum di dalam genre fiksi fantasi, yaitu penyakit sapi gila. Gaya bahasanya sangat lincah dan khas remaja putra. Dengan sudut pandang orang pertama, pembaca akan merasa sangat dekat dan seakan-akan cerita ini sungguhan. Selain itu, makhluk-makhluk ajaib di novel ini tidak pasaran seperti vampir, manusia serigala, atau malaikat biasa. Dengan cara yang tidak menggurui, novel ini juga mengandung nilai-nilai di dalam keluarga dan kemanusiaan.
View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars
Cameron Smith ternyata mengidap penyakit Sapi Gila. Demi menemukan obatnya, dia memulai sebuah perjalanan darat bersama orang gerdil yang kecanduan video game. Selama perjalanan, Cameron harus melawan kekuatan jahat bersama pemain jazz legendaris, meloloskan diri dari cengkeraman pemuja setan, dan membantu Dr. X bereksperimen untuk memecahkan misteri alam semesta. Keluarga Smith yang sempat berantakan pun mengalami banyak perkembangan selama Cameron sakit dan menghilang.
Novel ini mengangkat tema yang tidak umum di dalam genre fiksi fantasi, yaitu penyakit sapi gila. Gaya bahasanya sangat lincah dan khas remaja putra. Dengan sudut pandang orang pertama, pembaca akan merasa sangat dekat dan seakan-akan cerita ini sungguhan. Selain itu, makhluk-makhluk ajaib di novel ini tidak pasaran seperti vampir, manusia serigala, atau malaikat biasa. Dengan cara yang tidak menggurui, novel ini juga mengandung nilai-nilai di dalam keluarga dan kemanusiaan.
View all my reviews
The Summoning
The Summoning by Kelley Armstrong
My rating: 4 of 5 stars
Sinopsis
The Summoning
Chloe Saunders (15 tahun) panik ketika melihat hantu, lalu dikirim ke Lyle House (asrama perawatan remaja bermasalah) karena dikira mengidap Skizofrenia. Ternyata Lyle House merupakan tempat eksperimen manusia berkekuatan supranatural. Chloe pun kabur bersama tiga remaja lain, yaitu Derek (manusia serigala), Simon (penyihir), dan Rae (pemantik api). Di akhir buku satu, Chloe tertangkap oleh bibinya yang ternyata berkhianat.
The Summoning dikisahkan dengan sudut pandang orang pertama (Chloe), dan penceritaannya sangat berhasil. Seluruh perasaan dan perkembangan pikiran Chloe bisa dirasakan dengan jelas oleh pembaca. Ketegangan terjaga dengan baik, walaupun mungkin terlalu menyeramkan bagi pembaca yang lebih muda (ada zombi). Tapi secara keseluruhan, buku ini aman untuk remaja karena tidak ada aspek-aspek negatif seperti narkoba, pergaulan bebas, dan pembenaran atas kekerasan.
View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars
Sinopsis
The Summoning
Chloe Saunders (15 tahun) panik ketika melihat hantu, lalu dikirim ke Lyle House (asrama perawatan remaja bermasalah) karena dikira mengidap Skizofrenia. Ternyata Lyle House merupakan tempat eksperimen manusia berkekuatan supranatural. Chloe pun kabur bersama tiga remaja lain, yaitu Derek (manusia serigala), Simon (penyihir), dan Rae (pemantik api). Di akhir buku satu, Chloe tertangkap oleh bibinya yang ternyata berkhianat.
The Summoning dikisahkan dengan sudut pandang orang pertama (Chloe), dan penceritaannya sangat berhasil. Seluruh perasaan dan perkembangan pikiran Chloe bisa dirasakan dengan jelas oleh pembaca. Ketegangan terjaga dengan baik, walaupun mungkin terlalu menyeramkan bagi pembaca yang lebih muda (ada zombi). Tapi secara keseluruhan, buku ini aman untuk remaja karena tidak ada aspek-aspek negatif seperti narkoba, pergaulan bebas, dan pembenaran atas kekerasan.
View all my reviews
Charlie Bone karya Jenny Nimo
Midnight for Charlie Bone by Jenny Nimmo
My rating: 4 of 5 stars
Sinopsis
Ketika berusia 10 tahun, Charlie Bone diketahui punya bakat ajaib. Ketika melihat foto, dia bisa mendengarkan pembicaraan ketika foto/lukisan itu dibuat, termasuk pikiran orang-orang di dalam foto/lukisan itu. Bakat ini pun berkembang dengan Charlie bisa memainkan pikiran orang yang berusaha menghipnotisnya. Akibat bakat ini, nenek Charlie mengirimnya ke sekolah asrama Bloor’s Academy. Sekolah itu berisi ratusan murid yang sepuluh di antaranya adalah anak-anak berbakat ajaib, seperti Billy (7 tahun) yang bisa berbicara kepada binatang dan Gabriel yang bisa mendeteksi perasaan pemilik benda yang disentuhnya. Murid-murid lain biasanya berbakat seni, dan Charlie dimasukkan ke dalam kelompok musik (berjubah biru). Di Bloor’s Academy, Charlie menyelidiki misteri hilangnya seorang anak perempuan (Emma) yang diduga telah dihipnotis oleh Manfred Bloor, anak kepala sekolah. Setelah menyelamatkan Emma, Charlie memutuskan untuk tetap belajar di Bloor’s Academy untuk menolong anak-anak seperti Emma.
Serial Children of the Red King
Serial karya Jenny Nimmo ini telah diterjemahkan ke dalam 20 bahasa. Hak pembuatan filmnya sudah dibeli oleh Warner Brothers sejak tiga atau empat tahun lalu, tapi mungkin ditunda karena 20th Century Fox mengeluarkan Percy Jackson terlebih dulu. Meskipun awalnya direncanakan untuk berakhir di nomor lima, serial ini berlanjut hingga nomor delapan sebagai finalnya. Tebal halamannya stabil (versi Amerikanya berkisar antara 400 sampai hampir 500 halaman, tapi hurufnya besar-besar). Di Amazon.com dan Goodreads, ratingnya sekitar 4.0 karena serial ini dianggap kurang mendalam bagi pembaca dewasa, tapi mereka setuju anak-anak akan menyukainya.
Inti cerita dalam serial ini adalah Charlie berusaha menguak plot-plot tersembunyi di antara para keturunan the Red King, yaitu keluarga Bloor dan keluarga asal anak-anak berbakat ajaib (termasuk keluarganya sendiri dari garis ayah). Charlie pun berusaha mencari ayahnya yang diduga telah tewas, tapi sebenarnya menghilang. Anak-anak berbakat ajaib ini nantinya bisa menggunakan sihir untuk melawan kejahatan.
Penceritaannya ringan dan menarik, juga langsung masuk ke dalam kasus. Jenny pun berhasil menulis dari sudut pandang anak-anak, sehingga cara berpikir Charlie bisa ditangkap oleh pembaca. Tokoh-tokohnya juga unik, apalagi sebagian besar dari mereka punya bakat ajaib. Nomor-nomor berikutnya dalam serial ini juga berisi petualangan dan usaha yang berhubungan dengan hal-hal ajaib seperti mesin waktu dan boa biru.
View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars
Sinopsis
Ketika berusia 10 tahun, Charlie Bone diketahui punya bakat ajaib. Ketika melihat foto, dia bisa mendengarkan pembicaraan ketika foto/lukisan itu dibuat, termasuk pikiran orang-orang di dalam foto/lukisan itu. Bakat ini pun berkembang dengan Charlie bisa memainkan pikiran orang yang berusaha menghipnotisnya. Akibat bakat ini, nenek Charlie mengirimnya ke sekolah asrama Bloor’s Academy. Sekolah itu berisi ratusan murid yang sepuluh di antaranya adalah anak-anak berbakat ajaib, seperti Billy (7 tahun) yang bisa berbicara kepada binatang dan Gabriel yang bisa mendeteksi perasaan pemilik benda yang disentuhnya. Murid-murid lain biasanya berbakat seni, dan Charlie dimasukkan ke dalam kelompok musik (berjubah biru). Di Bloor’s Academy, Charlie menyelidiki misteri hilangnya seorang anak perempuan (Emma) yang diduga telah dihipnotis oleh Manfred Bloor, anak kepala sekolah. Setelah menyelamatkan Emma, Charlie memutuskan untuk tetap belajar di Bloor’s Academy untuk menolong anak-anak seperti Emma.
Serial Children of the Red King
Serial karya Jenny Nimmo ini telah diterjemahkan ke dalam 20 bahasa. Hak pembuatan filmnya sudah dibeli oleh Warner Brothers sejak tiga atau empat tahun lalu, tapi mungkin ditunda karena 20th Century Fox mengeluarkan Percy Jackson terlebih dulu. Meskipun awalnya direncanakan untuk berakhir di nomor lima, serial ini berlanjut hingga nomor delapan sebagai finalnya. Tebal halamannya stabil (versi Amerikanya berkisar antara 400 sampai hampir 500 halaman, tapi hurufnya besar-besar). Di Amazon.com dan Goodreads, ratingnya sekitar 4.0 karena serial ini dianggap kurang mendalam bagi pembaca dewasa, tapi mereka setuju anak-anak akan menyukainya.
Inti cerita dalam serial ini adalah Charlie berusaha menguak plot-plot tersembunyi di antara para keturunan the Red King, yaitu keluarga Bloor dan keluarga asal anak-anak berbakat ajaib (termasuk keluarganya sendiri dari garis ayah). Charlie pun berusaha mencari ayahnya yang diduga telah tewas, tapi sebenarnya menghilang. Anak-anak berbakat ajaib ini nantinya bisa menggunakan sihir untuk melawan kejahatan.
Penceritaannya ringan dan menarik, juga langsung masuk ke dalam kasus. Jenny pun berhasil menulis dari sudut pandang anak-anak, sehingga cara berpikir Charlie bisa ditangkap oleh pembaca. Tokoh-tokohnya juga unik, apalagi sebagian besar dari mereka punya bakat ajaib. Nomor-nomor berikutnya dalam serial ini juga berisi petualangan dan usaha yang berhubungan dengan hal-hal ajaib seperti mesin waktu dan boa biru.
View all my reviews
Paranormalcy
Paranormalcy by Kiersten White
My rating: 3 of 5 stars
Evie (16 tahun) dibuang oleh orangtuanya sejak kecil, dan sepuluh tahun yang lalu diambil oleh IPCA (International Paranormal Containment Agency, semacam organisasi penertib makhluk gaib/paranormal) dan membantu mereka mengamankan paranormal yang “nakal”. Kegemparan terjadi ketika banyak paranormal mati (atau mati lagi, bagi vampir) secara berturut-turut. Evie pun terus-menerus diganggu oleh peri bernama Reth (semacam mantan pacarnya) dan seorang shapeshifter bernama Lend menyusup ke dalam IPCA.
Melalui Lend dan Reth, yang juga memperebutkan hatinya, Evie mengetahui bahwa ia merupakan inti dari sebuah ramalan misterius buatan kaum peri. Kekuatan jahat yang sedang mengambili jiwa paranormal adalah dirinya yang lain (bernama Vivian), dan Evie harus memilih untuk bergabung bersama Vivian atau melawannya. Tapi kalau Evie menolak melakukan hal yang sama seperti Vivian (mengambili jiwa paranormal), Evie tidak akan dapat melanjutkan hidupnya, karena selama ini pun dia tak punya jiwa dan hanya menggunakan secuil jiwa yang diberikan oleh Reth.
Ide ceritanya menarik (agensi penertib makhluk gaib/pararnomal) dan melibatkan semua makhluk yang sedang ngetren di kalangan pembaca muda, yaitu vampir, manusia serigala, peri, shapeshifter. Sampulnya bagus dan banyak penulis laris remaja mendukung novel ini, yaitu Lisa McMann (trilogi Wake, Gramedia), Becca Fitzpatrick (Hush Hush, Ufuk), Apprilynne Pike (Wings, Gramedia tapi belum terbit), Carrie Ryan (The Forest of Hands and Teeth, Kubika).
Gaya penceritaannya kurang bagus. Meskipun suara dan karakter Evie sebagai remaja terkesan lincah dan nyata, interaksi antartokohnya terlalu kaku dan dipaksakan lucunya. Mengalirnya antaradegan bisa menimbulkan rasa bosan dan romantismenya payah, sama sekali tidak menggigit seperti Clary-Jace-Simon, atau Nora dengan Patch. Selama membaca novel ini, saya terus-menerus berharap yang menulisnya adalah Sarah Rees Brennan (penulis the Demon's Lexicon) atau penulis lain yang bisa menggarap ide cerita dengan lebih baik.
View all my reviews
My rating: 3 of 5 stars
Evie (16 tahun) dibuang oleh orangtuanya sejak kecil, dan sepuluh tahun yang lalu diambil oleh IPCA (International Paranormal Containment Agency, semacam organisasi penertib makhluk gaib/paranormal) dan membantu mereka mengamankan paranormal yang “nakal”. Kegemparan terjadi ketika banyak paranormal mati (atau mati lagi, bagi vampir) secara berturut-turut. Evie pun terus-menerus diganggu oleh peri bernama Reth (semacam mantan pacarnya) dan seorang shapeshifter bernama Lend menyusup ke dalam IPCA.
Melalui Lend dan Reth, yang juga memperebutkan hatinya, Evie mengetahui bahwa ia merupakan inti dari sebuah ramalan misterius buatan kaum peri. Kekuatan jahat yang sedang mengambili jiwa paranormal adalah dirinya yang lain (bernama Vivian), dan Evie harus memilih untuk bergabung bersama Vivian atau melawannya. Tapi kalau Evie menolak melakukan hal yang sama seperti Vivian (mengambili jiwa paranormal), Evie tidak akan dapat melanjutkan hidupnya, karena selama ini pun dia tak punya jiwa dan hanya menggunakan secuil jiwa yang diberikan oleh Reth.
Ide ceritanya menarik (agensi penertib makhluk gaib/pararnomal) dan melibatkan semua makhluk yang sedang ngetren di kalangan pembaca muda, yaitu vampir, manusia serigala, peri, shapeshifter. Sampulnya bagus dan banyak penulis laris remaja mendukung novel ini, yaitu Lisa McMann (trilogi Wake, Gramedia), Becca Fitzpatrick (Hush Hush, Ufuk), Apprilynne Pike (Wings, Gramedia tapi belum terbit), Carrie Ryan (The Forest of Hands and Teeth, Kubika).
Gaya penceritaannya kurang bagus. Meskipun suara dan karakter Evie sebagai remaja terkesan lincah dan nyata, interaksi antartokohnya terlalu kaku dan dipaksakan lucunya. Mengalirnya antaradegan bisa menimbulkan rasa bosan dan romantismenya payah, sama sekali tidak menggigit seperti Clary-Jace-Simon, atau Nora dengan Patch. Selama membaca novel ini, saya terus-menerus berharap yang menulisnya adalah Sarah Rees Brennan (penulis the Demon's Lexicon) atau penulis lain yang bisa menggarap ide cerita dengan lebih baik.
View all my reviews
Langganan:
Postingan (Atom)