ditulis oleh Melody Violine
Sejak terbitnya Harry Potter dan Batu Bertuah pada tahun 2000 lalu sedikit banyak saya bertanya-tanya kapankah Indonesia mempunyai pusaka fiksi fantasi sebagus ini? Seasyik-asyiknya membaca novel fantasi luar negeri, kerap kali terbit dalam hati ini kerinduan untuk membaca fiksi fantasi yang lebih dekat dengan diri sendiri, yang berasal dari negeri sendiri. Kini, sebelas tahun kemudian, saya bisa tersenyum melihat banyaknya buah pena rekan-rekan setanah air yang bergenre fiksi fantasi. Puas jelas belum, tetapi harapan saya kini meluap-luap bagi masa depan fiksi fantasi karya penulis Indonesia.
Selama lima tahun terakhir ini saja setidaknya sudah terbit 55 judul novel fantasi Indonesia ditambah dua kumpulan cerpen fantasi. Dua novel fantasi karya Seno Gumira Ajidarma, Negeri Senja dan Kitab Omong Kosong yang saya baca semasa kuliah sarjana tetap menjadi favorit saya. Novel fantasi lainnya yang berkesan bagi saya adalah The Death to Come karya Tyas Palar dengan kejelian rincian sejarahnya. Novel lain dengan latar berupa penafsiran sejarah yang cukup kuat adalah Akkadia: Gerbang Sungai Tigris karya RD Villam dengan Mesopotamia versinya. Bagi pembaca yang lebih menyukai latar dunia khayalan, Dunsa karya Vinca Callista dan Silver Stone Rahasia Batu Perak karya Ardina Hasanbasri yang baru terbit tahun lalu bisa menjadi pertimbangan.
Remaja
Indonesia pun tak mau ketinggalan dengan karya-karya mereka, sebut
saja Muhammad Sadra (Para
Penunggang Petir), Satrio Wibowo
(Willy Flarkies),
Maaya Hiroshi (Arquella), Ataka (seri Misteri Pedang Skinheald), dan
Aulia M. Firmundia (Another World Elmore)
yang akan selalu membuat saya bangga karena berhasil menerbitkan
novel mereka pada usia belasan tahun. Tentu saja kita belum bisa
menyandingkan kekuatan mereka dengan Christopher Paolini yang mulai
menulis seri Inheritance Cycle pada
usia 15 tahun, tapi setidaknya mereka mempunyai semangat yang tidak
kalah darinya. Namun, kalau dibandingkan dengan Prophecy of
the Gems yang ditulis Flavia
Bujor pada usia 12 tahun, saya yakin karya-karya remaja kita
setanding apiknya.
Tokoh-tokoh dari legenda Indonesia tidak jarang menginspirasi penulis novel fantasi masa kini, misalnya Calon Arang dalam Galau Putri Calon Arang karya Femmy Syahrani dan Yulyana. Tokoh legenda lainnya, Roro Jonggrang, terbukti tak cukup satu kali diangkat ke dalam novel fantasi modern. Baik dalam Jonggrang Seribu Tahun Kutukan Dendam & Cinta (Bimo S. Nimpuno dan Gerry Nimpuno), Java Joe Rahasia Kebangkitan Rara Jonggrang (J.H. Setiawan), maupun Roro Jonggrang Kembalinya Pewaris Tahta Kraton Boko (Arie Sudibyo), sang putri keraton dibangkitkan kembali antara seribu sampai dua ribu tahun kemudian. Peran, reaksi, dan pengaruh Rara Jonggrang terhadap kehidupan masa kini/depan yang asing baginya diolah oleh masing-masing penulis dengan cara unik mereka sendiri-sendiri.
Kita juga patut berbangga karena novelis fantasi lokal tidak hanya mampu membuahkan karya satuan, tapi juga seri. Sebut saja contohnya trilogi Xar & Vichattan karya Bonmedo Tambunan dan tetralogi Ther Melian karya Shienny M.S. yang merupakan remake dari seri komik Le Ciel (pernah diterbitkan oleh Elex Media dengan nama pena Calista). Beberapa novel lainnya yang konon direncanakan menjadi seri masih ditunggu kehadiran sekuelnya, misalnya Fireheart Sang Pemburu karya Andry Chang, Zodiaz karya Easter Patricia dan Nibiru dan Ksatria Atlantis karya Tasaro GK.
Bagi pecinta buku yang mendambakan kentalnya kisah percintaan tokoh-tokoh dalam balutan fantasi, tenang saja. Novelis fantasi Indonesia juga punya persediaan novel fantasi romantis. Tenggelamkanlah imajinasi kita dalam Dunia Aradia karya Primadonna Angela Untukki Sayap Para Dewa karya Clara NG yang lebih dewasa atau Aerial karya Sitta Karina yang lebih bernuansa remaja. Aggelos karya Harry K. Peterson senapas dengan novel-novel fantasi urban yang kerap mengangkat percintaan terlarang antara manusia dengan (keturunan) makhluk fantasi. Begitu pula tokoh Adel dalam Nocturnal yang keturunan manusia setengah kucing, tetapi kisah percintaan tidak kental di dalam novel fantasi karya Poppy D. Chusfani ini.
Selain dari novel-novel yang menjamur, tolok ukur semakin meriahnya cerita fantasi Indonesia bisa kita lihat juga dari lomba untuk genre ini. Tahun lalu Fantasy Fiesta diselenggarakan untuk kali ketiga dengan jumlah peserta yang membludak, yaitu 332 cerpen yang berarti lebih dari empat kali jumlah peserta tahun 2010, apalagi bila dibandingkan dengan tahun pertamanya yang baru diikuti oleh 16 penulis. Buku antologi cerita terbaik Fantasy Fiesta 2010 dan 2011 masing-masing sudah beredar di toko buku.
Fenomena lain yang patut dicatat adalah hadirnya Vandaria Saga, yaitu hikayat yang melatari permainan kartu Vandaria Wars. Dengan benang merah hikayat berupa semesta Vandaria yang lengkap dari zaman prasejarah, kekuasaan frameless (ras berkekuatan sihir), hingga kekuasaan manusia, Vandaria menjanjikan berlimpahnya sumber cerita untuk digubah menjadi fiksi fantasi. Dua novel Vandaria telah terbit tahun lalu, yaitu Harta Vaeran karya Pratama Wirya dan Ratu Seribu Tahun karya Ardani Persada. Tahun ini Vandaria berencana menerbitkan satu buku setiap dua bulan, termasuk Trilogi Elir yang sedang digarap oleh Hans Junaidi Gumulia dan Kompilasi Cerita Pendek Vandaria yang akan berisi cerpen-cerpen pemenang Kontes Cerita Pendek Vandaria yang diselenggarakan sepanjang akhir tahun lalu.
Bagaimana
dengan fiksi ilmiah yang bisa dianggap sebagai salah satu varian
fiksi fantasi? Walaupun ada beberapa penulis seperti Efi F. Arifin
(The
Indepent dan
Mumi
Legenda)
dan Eliza V. Handayani (Area
X: Hymne Angkasa Raya)
yang telah menelurkan novel fiksi ilmiah mereka, subgenre fiksi
ilmiah masih terbilang kering di Indonesia. Padahal, bila kita menapak tilas perjalanan kepenulisan Indonesia, kita punya Djokolelono yang pada tahun 1970-an dan 1980-an giat menulis cerita fiksi ilmiah, misalnya Terlontar ke Masa Silam (Pustaka Jaya, 1970) dan seri Penjelajah Antariksa (Gramedia, 1985-1986). Baru-baru ini beliau kembali aktif dengan novel fiksi fantasi terbaru berjudul Anak Rembulan. Harap-harap cemaslah saya menanti apakah Djokolelono akan membangkitkan kembali fiksi-ilmiah Indonesia.
Selain jalur penerbit utama, novel-novel fantasi juga merebak lewat
jalur self-publishing, misalnya Astalia karya Maulia
yang diterbitkan lewat nulisbuku serta Eternal Saga karya
D.M.R Arcadia dan Batu Rusa Mata Merah karya June Lee yang
diterbitkan lewat LeutikaPrio. Jalur mandiri juga ditempuh oleh
komunitas penulis fiksi fantasi Le Château de Phantasm (LCDP) dengan
E-magazine bulanannya yang bernama Aksarayana sejak Oktober 2011.
Komunitas Kaldera Fantasi pun telah menggeliat dan diharapkan segera
menyusul dengan kumpulan buah karyanya. Sumbangan yang jelas tak
kalah penting bagi kepenulisan fantasi di negeri kita adalah review
dan diskusinya yang semarak di Goodreads.com serta blog-blog seperti
fikfanindo.blogspot.com dan fantasindo.blogspot.com.
Dengan
melihat kebangkitan inilah klub buku Goodreads Indonesia mengangkat
tema Buku Fantasi Indonesia untuk Baca Bareng Fiksi selama
Januari-Februari 2012. Selain online, tema ini pun diangkat secara
offline dalam acara BerFantasi Tidak Dilarang yang merupakan hasil
kerja sama antara Mizan Fantasi dengan Goodreads Indonesia pada 28
Januari 2012 lalu. Bertempat di Togamas Bookstore Depok, acara ini
menghadirkan Djokolelono (penulis senior), Ami Raditya (pencipta
Vandaria Saga), dan Fredrik Nael (kontributor Fantasy Fiesta). Pak
Djokolelono membagikan ilmunya seputar kepenulisan fantasi yang sudah
digelutinya selama puluhan tahun. Sesudah itu, Fredrik Nael
menyambung dengan penyajiannya mengenai Fantasy Fiesta yang sudah
berlangsung selama tiga tahun dan terangkum dalam dua kumpulan
cerpen. Pada gilirannya, Ami Raditya mengajak para penonton untuk
mengkristal bersama Vandaria yang merupakan proyek besarnya bagi
Indonesia.
Semoga dengan mengetahui besarnya semangat dari mereka yang telah
aktif dalam kebangkitan gentre fantasi Indonesia, kita tergugah untuk
turut serta, baik sebagai pembaca maupun penulis. Memang langkah
fiksi fantasi kita masih terpaut jauh dari Barat, tetapi kita patut
berbangga dengan karya anak negeri sendiri yang sudah ada sejauh ini
dan saling mendukung untuk semakin memajukannya.
Sumber: goodreads.com, Goodreads Indonesia, fikfanindo.blogspot.com,
kastilfantasi.com, aksarayana.com, vandaria.com, dan lain-lain.
Ayo ikut baca dan diskusi bareng fantasi Indonesia di Goodreads Indonesia :)
Aku nggak nyangka udah sebanyak itu buku fantasi karya anak bangsa yang terbit. Salut banget deh. Walau aku cuman baca beberapa.
BalasHapusYah walau masih ada sedikit bolong di sana sini, tetap aja hebat penulisnya. Bisa sampai mikir ke sana.
Yang jelas satu, masih perlu riset.
Semoga tahun ini punya kesempatan untuk baca lebih banyak buku fantasi Indonesia. Jadi rak buku nggak didominasi ma fantasi terjemahan.
Tapi cerita fantasi lokal banyak yang terkesan dibuat-buat. Gue pencinta novel fan fiction. tapi untuk lokal belum ada. hehehe
BalasHapus@Aleetha
BalasHapusemang kurang riset, hehehe
ini kan artikel pancingan aja supaya kita2 tertarik baca ;)
@sansadhia
sebelum lu bikin anggapan begitu, cobain dulu fantasi lokal yang bagus2 ya :D
rekomendasi gw: Dunsa, Xar & Vichattan, Akkadia, The Search for Merlin, Shangri-La
saya sangat terkesan dengan semakin banyaknya novel fantasi di indonesia, tapi sepanjang yang saya baca, kebanyakan dari novel² itu seperti dipaksakan, atau memang sengaja dibuat tergesa² untuk mengejar deadline...ini yang menjadikan cerita² itu menjadi kurang kuat, bahkan terkesan aneh. satu hal lagi, saya ingin curhat; betapa saya sering tertipu dengan novel fantasy indo, dimana di sampulnya digambarkan sangat bagus, disertai komentar bbrp orang yg mengatakan novel itu sangat bagus dan layak baca, tapi nyatanya...nol...ada bbrp, seperti novel berjudul "Gethora", yg sampai sekarang baru saya baca 2 halaman, langsung saya ungsikan ke gudang..nyesel saya udah beli buku itu..
BalasHapussaya juga sedang mencoba menulis novel, mohon bimbingan dan komentarnya...
http://runegardepic.blogspot.com/
Mas Ariwanto, tadi saya sudah periksa, Gethora itu terbitan sendiri (self-publishing) di Leutika.
BalasHapusSaya pribadi tidak merekomendasikan buku2 terbitan sendiri seperti itu karena bukan buku yang lolos oleh redaksi penerbit mana pun dan dengan demikian kualitasnya belum terjamin :)
Kalau membaca fikfan lokal, kita jgn menilainya dgn standar fikfan terjemahan. Walau bagaimanapun, mulai maraknya fikfan lokal merupakan langkah awal dr berkembangnya fikfan lokal, ibarat bayi yang masih tertatih2. Mari emamandang fenomena ini secara positif, sejelek apapun sebuah fikfan lokal, harus tetap kita hargai krn disana ada keringat dan imaji si penulis. memang belum atau bahkan sama sekali tidak sempurna, tapi mereka sudah mencoba dan penerbit menerimanya. Aplaus dl deh
BalasHapusaplaus deh buat dion :)
HapusKak Mel~ Blogmu kufollow ya. Hohoho~
BalasHapusmakasih chie :D
Hapus*tepuk tangan*
BalasHapusaku sih jujur aja belum pernah baca fantasi indonesia. yang pure fantasi. Tapi kemarin coba baca The Death to Come mbak Tyas. itu ternyata baguss...
Dan sebelumnya aku baca Jampi-jampi Varaiya sama bukunya Mbak Poppy yang bookaholic club kalo ga salah. Itu juga bagus... hanya ternyata aku lebih suka fantasi murni.
Kalo ga baca di blog ini ama diskusi kemarin di TM yang nampilin slide cover2 bukunya, aku ga akan tahu deh ternyata fantasi indonesia banyak... :)
Sekarang lagi merabaca Vandaria Saga 1, *minjem kamu mel* wakaka.
semangat buat karya indonesia!
dan tetep seperti kemarin ucapanku: aku nunggu karya fantasi punya melody :)
terima kasih, Mery :D :D
Hapusiya banyak banget kan,
aku juga ga nyangka sebanyak itu,
kirain cuma setengahnyalah #ngaku2
novelku masih lama,
tapi kalo cerpen2 fantasiku bisa baca di sini ;)
http://el-ovio.blogspot.com/2011/06/penyihir-pulau-putih.html
http://fantasindo.blogspot.com/2011/12/panahmatahari-melihatanak-panah-merah.html
http://el-ovio.blogspot.com/2011/12/vandaria-saga-padamnya-bintang-bintang.html
http://el-ovio.blogspot.com/2011/12/sahabatku-maya.html
TOP MARKOTOP
BalasHapusthank u, mampir lagi ya :)
Hapusyap indonesia keren juga about buku fantasi. maju terus fantasi indonesia dan terus memperbaiki diri samapai nanti bisa mensejajarkan diri dengan fifan luar
BalasHapusbetul! :D
HapusYang Nocturnal lumayan keren kok ceritanya saya sudah baca mungkin kalo pendapat saya sedikit endingnya aja kurang greget kurang seru, pengennya klimaks gitu sampe terkuras emosi,hihihihi terus kisah cintanya kurang, but overall bagus kok , saya sudah baca...pengennya ada sequelnya deh mbak Poppy D. Chusfani mungkin yang lebih SERU dari buku 1....
BalasHapusSaya penasaran sama Aggelos karya Harry K. Peterson, waduh mesti nyari ini... penasaran banget ...
halo Puja, terima kasih atas kunjungannya
Hapusmba Poppy lagi bikin kumcer, semoga cerpen2nya juga lebih seru daripada Nocturnal ya ;)
Aggelos bisa dicari di stand Noura/Mizan kalo lagi ada bookfair, atau di Mizan Bookstore
Hai Melody
BalasHapusKenalkan, nama saya juga Melody (pen name sih) hehe..
Saya pecinta fiksi fantasi sejak SD nih, dan saya sudah menginjak umur 20 tahun.
Saya udah buat novel fantasi tapi masih bingung untuk menerbitkannya karena masih pesimis dengan pembaca fantasi di Indonesia yang sedikit banget
Jadi saya lebih sering ada di forum luar negeri dan alhasil novel yang saya buat jadi berbau luar negeri. Dan hal itu bikin saya makin pesimis lagi. Aneh enggak sih author Indo nerbitin cerita yang didominasi orang luar? (maaf pesimis melulu)
Saya ingin gabung di forum pecinta buku fantasi, dan susah banget nyarinya. Pengennya kenalan sama orang-orang yang punya selera yang sama, juga mempromosikan cerita saya. Begitu...
Mba tahu tidak forum2 pecinta fiksi fantasi gitu? :)
Terima kasih
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus