Laba-laba dan Jaring Kesayangannya by E.B. White
My rating: 3 of 5 stars
Adakah sesuatu yang lebih sederhana daripada menginginkan kebahagiaan bagi sahabat? Pertanyaan kecil inilah yang, setidaknya menurut saya, menjadi inti cerita Laba-laba dan Jaring Kesayangannya. Dengan penceritaan yang menyentuh, Elwyn Brook White akan mengajak kita menyimak persahabatan binatang-binatang di dalam ceritanya ini.
Pada awal cerita kita disuguhi kelahiran Wilbur si babi kerdil. Karena dianggap tidak akan pernah cukup besar untuk laku dijual, Pak Arable hendak memenggalnya. Untunglah Fern gadis kecil keluarga itu membela dan menyatakan diri sanggup merawat Wilbur. Masa bahagia Wilbur bersama Fern hanya berlangsung dua bulan. Wilbur dipindahkan ke rumah paman Fern dan merasa kesepian. Dalam kesepiannya itu, Wilbur bertemu Charlotte si laba-laba betina yang kemudian akan selalu menjadi bagian dari hidupnya.
Semula saya ragu apakah buku ini, buku klasik anak-anak, bisa menggoda saya dengan cukup kuat untuk membacanya hingga halaman terakhir. Namun, rupanya pengarang bisa mengisahkan detail-detail kehidupan para binatang dengan nyata yang memikat walaupun memang, selayaknya fabel, kadang-kadang saya dibuat heran oleh pengetahuan para binatang tentang dunia. Akhir cerita novel ini pun sangat mengharukan dengan kesederhanaan ikhlasnya bertindak demi sahabat.
Meskipun buku ini ditujukan bagi anak-anak, saya sempat takjub dengan sisipan perkataan tokoh-tokohnya yang cukup membuat kita memikirkan hal-hal substansial perihal kehidupan dan dunia. Misalnya, ketika Pak Arable hendak menjagal Wilbur hanya karena tubuh kerdilnya, Fern berkata, “Babi itu tidak mau terlahir kecil, kan? Kalau sangat kecil sewaktu lahir, apakah Papa akan menyuruh orang untuk membunuhku?”
Wilbur sendiri juga pernah mengejutkan saya dengan perkataannya. Ketika seekor anak domba menolak bermain dengannya karena “babi lebih rendah daripada tidak ada artinya”, Wilbur menyanggah, “Kurasa tidak ada yang namanya lebih rendah daripada tidak ada artinya. Tidak ada adalah batas sejati dari ketiadaan.” Terlepas dari apakah binatang bisa berpikir filosofis seperti ini, saya sebagai pembaca cukup menikmati ajakan-ajakan renungan seperti ini. Sesungguhnya bintang tiga (bukan empat) yang saya berikan semata karena pada dasarnya ini buku anak-anak yang bukan merupakan genre kesukaan saya.
View all my reviews
Sebelum buku ini, aku juga belom pernah baca padahal buku ini pernah diterbitkan tahun 1980-an. Alasannya sama, karena ini buku anak-anak. Ternyata bagus juga.
BalasHapussayang aku bacanya di tempat ramai, jadi pas bagian sedih ga sampai nitik air matanya ;)
BalasHapus